Friday, April 18, 2014

China Trip - Day 2 : Kuala Lumpur – Tianjin

Belum terasa memejamkan mata, telepon kamar sudah berbunyi sebagai morning call untuk membangunkan semua peserta tour. Dengan usaha yang luar biasa ekstra disertai doa, saya memaksakan diri untuk bangun dari tempat tidur dan mandi. Gak bisa lama-lama menikmati air panas dari shower karena harus segera turun untuk early breakfast.

Setelah mandi dan beres-beres, memastikan tidak ada barang yang ketinggalan di kamar, terlebih-lebih dompet dan paspor, kami segera turun ke ruang makan hotel. Sesampainya di ruang makan, segala lini praktis dikuasai oleh peserta tour. Maklum, baru jam 5 pagi. Breakfast di hotel biasanya baru ada mulai jam 6, 6:30, tergantung hotel. Saya langsung mulai dengan menyantap semangkuk bubur. Setelah itu baru mencicipi sedikit menu-menu lainnya, terlalu pagi untuk makan banyak. Selesai breakfast kami segera naik bis untuk menuju bandara. Sesampainya di bandara, meskipun masih pagi tapi suasana sudah cukup ramai. Self check-in tiket kali ini dibantu oleh pengurus tour asal Malaysia, tour leader kami mengurus semua bagasi yang harus di check-in. Setelah itu kami hanya menunggu keberangkatan saja. Kami kembali naik AirAsia yang menggunakan pesawat Airbus A320-300, kelas ekonomi dengan formasi tempat duduk 3-3-3 dalam satu baris.

Kalau Anda bertanya mengapa selalu AirAsia yang dipakai dan bukan Singapore Airlines (SQ), Emirates atau sejenisnya, pastinya ada hubungan dengan masalah UUD (ujung-ujungnya duit). Prinsip ekonomi suatu bisnis kan mengeluarkan biaya minimum untuk mendapatkan keuntungan maksimum. Travel agent dan tour operator tidak terkecuali. Yang kayak gini kan anak kecil dan nenek-nenek juga tahu hehe…Semua penerbangan internasional (Malaysia-China pp) dan domestik (dalam wilayah Malaysia) di tour kami ini memang memakai AirAsia, kecuali satu, penerbangan jalur domestik di China. Catatan lain, bandara Tianjin tidak sebesar Beijing atau Shanghai, jadi memang tidak semua maskapai punya jalur terbang ke sini. Toh kalau mau ke Beijing dari Tianjin tinggal naik bis atau kereta api.

Pemandangan di dalam Airbus A320-300
 Tianjin cukup penting dalam perjalanan kali ini, karena merupakan kota persinggahan pertama di ‘Tour de China’ saya yang pertama, yang akan memberikan kesan pertama tentang negara ini. Pokoknya, yang serba pertama. Kita semua tahu kesan pertama sangat penting. Tanya saja kepada mereka yang menjalani interview pekerjaan untuk jabatan penting. Atau mereka yang ketemu dengan calon mertua untuk pertama kalinya J Dampaknya bisa berkaitan dengan hidup matinya seseorang hehe. Meskipun kita semua juga tahu, kalau kesan pertama itu tidak selalu akurat dan benar. Diperlukan informasi yang lebih lengkap dan waktu yang lebih lama sebelum kita bisa memberikan penilaian yang paling tidak lebih mendekati kebenaran tentang suatu hal atau seseorang.

Kembali ke soal Tianjin, sebenarnya saya tidak blank sama sekali tentang kota ini. Sebelum berangkat saya sempatkan untuk browse di internet, khususnya di www.wikitravel.org yang sudah jadi panduan wajib saya setiap kali ingin travelling. Saya juga menyempatkan untuk melihat video tentang kota Tianjin di YouTube. Video promosi kota Tianjin yang saya lihat membuat saya tidak bisa menahan diri untuk berdecak kagum. Kota ini sangat maju dan merupakan salah satu kota pelabuhan penting di Cina. Tata kota yang rapi, bersih dan hijau benar-benar asri dan menambah daya tarik kota ini.

Perjalanan wisata ke Cina dengan pintu gerbang Tianjin ini memakan waktu kurang lebih 6 jam. Setelah cukup lelah di dalam pesawat, dimana saya tidak benar-benar bisa beristirahat, rasanya akan sangat menyenangkan jika setelahnya bisa mendapat penghiburan berupa pemandangan yang menarik dan indah. Ketika turun dari pesawat yang tiba hampir jam 3 sore waktu setempat, kesan pertama saya, bandara Tianjin tidak besar tapi cukup modern. So, paling tidak kesan pertama saya cukup positif. Perbedaan waktu antara Tianjin dengan Jakarta (WIB) adalah 1 jam lebih cepat, sama seperti perbedaan waktu dengan Malaysia dan Singapura.  Setelah melewati bagian imigrasi dengan lancar, kamipun langsung menuju pintu keluar bandara.

Bandara Tianjin
Di sana tour guide kami yang merupakan warga lokal asli, sudah menunggu. Beliau ternyata bisa berbahasa Indonesia! Bukan itu saja, sang tour guide bahkan mengadopsi nama Indonesia, Ms. Eka. What a bonus! Jujur saja, saya agak sedikit surprise bercampur kagum. Ketika di Australia, saya pernah mengajar Bahasa Indonesia privat kepada dua orang anak SD dan seorang professor universitas. Dan saya bisa bilang, Bahasa Indonesia tidak terlalu sulit untuk dipelajari orang asing, tapi juga tidak mudah. Makanya saya angkat topi juga untuk tour guide kami itu. Meskipun lafalnya masih dengan aksen yang kental dan kadang-kadang tidak jelas dan kurang tepat, tapi menurut saya sudah cukup luar biasa. Apalagi menurut pengakuan beliau, dia hanya belajar di kursus selama enam bulan! Kalau mau dibalik, dulu saya pernah ikut kelas Mandarin di Jakarta, dan asal tahu saja, lafal murid-murid di kelas 90% amburadul!

Kami harus berjalan kaki keluar dari bandara ke area parkir bandara dimana bis pariwisata sudah standby. Sore itu matahari bersinar terang dan langit cerah dengan suhu yang nyaman, tidak dingin ataupun panas. Jadi ketakutan perubahan cuaca ekstrim dari panas di Indonesia ke dingin tidak terjadi. Menurut sang tour guide, musim semi di Tianjin suhunya hanya akan menjadi cukup sejuk dan dingin di malam hari. Di awal bulan April ini, pohon-pohon masih ‘botak’ sebagai dampak musim dingin yang baru saja lewat. Jadi harapan untuk melihat bunga-bunga musim semi yang mekar semerbak pupus sudah.


Setelah naik ke bis, tujuan pertama kami adalah Jalan Itali. Jalan ini adalah kompleks perumahan bergaya Eropa yang merupakan peninggalan kaum kolonialis. Gaya bangunan yang indah dan klasik langsung membuat saya suka dengan tempat ini. Tapi ini bukan hanya pendapat saya pribadi, buktinya waktu kami berkunjung ke sana, ada dua pasang pengantin yang sedang menjalani sesi foto-foto wedding. Apa sih yang lebih romantis dari foto wedding yang berlatar bangunan klasik Eropa? Jadi kalau Anda tertarik untuk mengambil foto-foto pre-wedding maupun wedding yang berlatar Eropa, tidak perlu jauh-jauh ke Perancis, Italia atau negara-negara Eropa lainnya, cukup ke Tianjin saja. Apalagi terbang ke Tianjin bisa menggunakan budget airline AirAsia dengan tagline nya yang catchy: “Now everyone can fly”.

Di area ini juga terdapat deretan restoran yang ditata dengan cukup apik sesuai dengan lingkungannya. Serasa berjalan di Eropa lah, dengan nuansa Asia karena para pelayan restoran yang merupakan warga lokal. Belum puas menikmati pemandangan dan suasana di sini, tour guide sudah memanggil kami untuk kembali ke bis untuk melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan berikutnya. Waktu yang singkat di sini cukup membuat saya jatuh cinta dengan kota ini dan ingin berlama-lama di sini. Tapi apa boleh buat, jadwal kami hanya numpang lewat dan sekilas info di Tianjin, sebelum menuju Beijing.

Jalan Itali

Dari jalan Itali, kami menuju ke Jalan Budaya. Area ini merupakan sebuah jalan kecil yang lebih mirip gang, dengan kompleks pertokoan di kedua sisinya.
Jalan Budaya
Tempatnya cukup menarik, tapi sayangnya berhubung waktu sudah sore menjelang malam, toko-toko yang buka tidak banyak. Tapi di sisi lain, sunset yang dilihat dari sini cukup indah, sedikit demi sedikit tenggelam di belakang gedung-gedung pencakar langit. Di sini, kamu bisa beli makanan kecil atau snack khas lokal. Ada juga toko yang menjual pakaian khas China, stand buku/majalah dan lain-lain. Setelah rombongan ibu-ibu peserta tour puas belanja, berikutnya kami meneruskan perjalanan ke Jalan Makanan.

That’s right, sesuai namanya, tempat ini merupakan suatu kompleks yang menjual makanan-makanan khas lokal. Tapi ada juga stand-stand yang menjual kerajinan tangan buatan lokal.
Jalan Makanan
Dari sini kami berjalan ke sebuah restoran ‘Muslim’ yang letaknya tidak jauh dari kompleks ini untuk makan malam. Saya sempat penasaran juga menunya seperti apa. Ternyata, meskipun namanya restoran ‘Muslim’, tapi makanan yang disajikan Chinese Food! Mungkin restoran ini bersertifikat halal, atau hanya sekedar penamaan. I’m not sure. Yang jelas makanan yang disajikan biasa saja, jadi saya tidak akan merekomendasikannya. Ada beberapa meja lain yang menunya kelihatannya seperti shabu-shabu. Mungkin menu ini yang harusnya kami coba. Tour guide kami ngaku kalau dia pilih restoran itu hanya karena letaknya yang dekat dengan kompleks Jalan Makanan. Soalnya setelah dinner kami harus naik bis menuju Beijing untuk bermalam. So time is money!

Setelah dinner, kami segera naik bis untuk meneruskan perjalanan. Di perjalanan, ada pemandangan fantastis kota Tianjin yang tidak akan saya lupakan. Di sebuah area kota yang dipisahkan oleh sungai, berhubung waktu sudah malam, lampu-lampu dinyalakan menghiasi jembatan dan area sekitarnya. Di dekatnya, berdiri sederetan apartemen yang juga dihiasi dengan lampu-lampu. So grand and beautiful! Di Tianjin, bagian bawah jalan tol juga dipasangi lampu sebagai bentuk tata rias kota.

Waktu yang hanya beberapa jam untuk sekedar melihat sekilas kota Tianjin, benar-benar terasa tidak mencukupi. Tapi apa boleh buat, resiko ikut tour dengan jadwal yang padat dan ketat. Tapi di sisi lain, saya juga sudah tidak sabar untuk melihat Beijing. Goodbye Tianjin, Beijing here we come!

Perjalanan naik bis dari Tianjin ke Beijing makan waktu kurang lebih dua jam. Berhubung di sepanjang jalan pemandangan yang ada cuma jalan tol, saya memutuskan untuk coba tidur saja. Petualangan dari KL kemarin cukup melelahkan, jadi harus manfaatkan waktu sebaik mungkin untuk recharge. Fast forward, akhirnya bis memasuki kota Beijing. Pemandangan kota Beijing di malam hari cukup indah, gedung-gedung dihiasi dengan lampu warna-warni. Menurut Ms. Eka, hal ini memang bagian dari agenda resmi dari pemerintah kota Beijing untuk memperindah kota. Katanya kalau kita naik pesawat malam hari memasuki wilayah Beijing, dari atas kita akan melihat pemandangan lampu warna-warni yang sangat indah. Berarti next trip ke Beijing harus naik pesawat nih. Tidak lama kemudian akhirnya sampai juga di Hotel Peixin. Hotel bintang empat ini mendapat cukup banyak review positif di situs TripAdvisor dari para traveller yang pernah berkunjung.

Kesan pertama sih, hotel ini cukup besar dan bagus. Cuma, tidak adanya jalur khusus untuk menarik koper ke dalam hotel cukup menyulitkan. Tangga yang harus dinaiki untuk menuju pintu masuk hotel cukup tinggi. Jadi kalau koper yang dibawa banyak, besar dan berat, good luck deh. Tidak jelas waktu itu kenapa tidak ada jasa bell boy yang bisa membantu untuk angkat-angkat koper. Setelah sesi latihan otot singkat tapi padat ini, kami semua berkumpul di lobby sambil menunggu pembagian kunci kamar. Untungnya sih malam ini tidak selarut waktu tiba di hotel KL. Sehabis pembagian kunci, kami semua masuk ke kamar untuk beristirahat.

Pesan tour leader, besok morning call jam 6 pagi, paling lambat jam 8 kami sudah harus berangkat. Setelah itu breakfast dan full day tour di kota Beijing. De ja vu banget. Selama 12 hari tour ini memang harus membiasakan diri dengan hal ini: check-in hotel, morning call, breakfast, tour, check-in hotel, morning call, breakfast, tour, all over again. Sampai masuk ke alam bawah sadar deh pokoknya. Besok agendanya adalah mengunjungi Tiananmen Square (Lapangan Tiananmen), Forbidden City (Kota Terlarang), Olympic Park dan Summer Palace (Istana Musim Panas).

Saat masuk  ke kamar, memang bersih dan nyaman. Ada satu hal yang membuat saya tidak bisa menahan senyum. Di dinding WC ditempel peringatan untuk berhati-hati supaya tidak terpeleset yang ditulis dalam dua bahasa, Mandarin dan Inggris. Tertulis: “Carefully Slipping” yang kalau mau diterjemahkan secara harafiah artinya: “Secara perlahan-lahan terpeleset” haha...tidak heran kalau lowongan mengajar Bahasa Inggris cukup banyak di China, terutama untuk para native speakers. Setelah mandi, it’s bedtime. Good night Beijing, we’ll see you tomorrow!


- SW -

No comments:

Post a Comment