Friday, May 2, 2014

China Trip - Day 3 : Beijing

Good morning, China! Kayaknya ungkapan ini cocok untuk jadi judul cerita, buku atau bahkan film! (jadi ingat Good Morning Vietnam nya Robin Williams). Sorry kalau agak maksa, maklum..over antusias. Bangun pagi dengan penuh semangat karena akan melihat wajah Beijing di pagi hari untuk pertama kalinya. Hari ini bisa melihat secara langsung salah satu kota yang paling terkenal di dunia, di negara dengan salah satu kebudayaan tertua dalam sejarah manusia. Jumlah penduduk negara ini 1.3 milliar, 5 kali jumlah penduduk Indonesia! Kalau di pulau Jawa yang sudah overload jumlah penduduknya, masalah kepadatan ini sangat terasa. Saya dulu pernah tinggal cukup lama di Jakarta, yang saya rasakan waktu itu seakan-akan tidak cukup banyak ruang dan tempat untuk semua orang. Terakhir waktu singgah di kota ini, lautan motor di jalan area Grogol benar-benar membuat mual. Tapi kenyataannya daya tarik kota ini masih sangat besar karena statusnya sebagai ibu kota, yang pastinya lebih maju dari kota-kota lain di Indonesia dalam segi ekonomi, pendidikan, infrastruktur dan lain-lain. Belum lama ini saya juga sempat ke Bali, dengan masalah klasik yang sama. Saya waktu itu sempat membayangkan, bagaimana seandainya Bali punya infrastruktur dan ditata seperti misalnya Singapura? Akankah wisatawan yang datang naik berkali-kali lipat dan begitu juga ekonominya? Atau justru daya tarik pulau ini adalah apa adanya yang dianggap eksotis oleh para wisman? Ahem..sebelum nyasar terlalu jauh, back to Beijing. Apakah wajah kota ini bakal sama dengan Jakarta? I hope not. Malam sebelumnya sih tidak terasa demikian. So we’ll see about that.
Hotel Peixin - Dining Room
Ruang makan di Hotel Peixin cukup besar dan bagus. Menu buffet yang disajikan pun cukup variatif. Ada menu ala Chinese dengan masakan panas ‘re chai’ (disajikan panas seperti umumnya menu di restoran Indonesia) dan juga masakan dingin nya yang disebut ‘liang chai’. Masakan dingin ini merupakan menu sayuran dan sejenisnya yang memang disajikan dan disantap dingin. Ada juga menu breakfast ala negara barat seperti roti panggang et al, sosis dan telur. Setelah makan kenyang, kami semua menunggu di lobby dan langsung berangkat begitu bis datang. Pagi ini sangat cerah dan benar-benar sempurna untuk jalan-jalan. Memang agak sedikit berangin yang membuat udara jadi terasa agak dingin. Tapi kami semua sudah siap dengan memakai sweater, jaket, syal, topi, sarung tangan dan sejenisnya. Begitu sampai di area Tiananmen Square, angin musim semi yang sejuk semakin terasa di lapangan yang terbentang luas ini. Dan seperti yang sudah diwanti-wanti tour guide, banyak pedagang asongan yang menjual pernak-pernik yang berhubungan dengan kota Beijing. Kami diperingati untuk tidak memegang atau melihat-lihat seandainya tidak berminat untuk membeli. Karena mereka akan terus membuntuti seandainya kita menunjukkan sedikit saja rasa tertarik. Pengunjung yang datang sudah ramai, dan antrian untuk melihat makam almarhum Mao Ze Dong sudah luar biasa panjang. Kami tidak ikut mengantri karena waktu yang terbatas. Menurut Ms. Eka, diperlukan waktu berjam-jam untuk mengantri hanya untuk melihat sebentar makam salah satu tokoh China yang paling legendaris ini. Katanya lagi, keramaian seperti ini masih bukan puncaknya. Gak kebayang deh bagaimana ramainya di peak season. Lapangan ini menjadi semakin terkenal karena insiden berdarah karena pergolakan politik yang pernah terjadi di tahun 1989.
Tiananmen Square
Cukup banyak mahasiswa dan juga warga sipil yang menjadi korban. Tapi kalau melihat kondisi di lapangan hari ini, kejadian kelam masa lalu itu jelas tertutup oleh daya tarik tempat ini sebagai objek wisata wajib di Beijing! Yang paling populer menjadi objek foto adalah yang berlatar gedung berarsitektur China kuno dengan lukisan wajah Mao Ze Dong di dinding depannya. Bangunan ini merupakan jalan masuk ke area Kota Terlarang. Setelah puas foto-foto dan menikmati pemandangan sekitar lapangan ini, kamipun melanjutkan tour ke Kota Terlarang di seberang jalan melalui terowongan bawah tanah. Begitu mulai memasuki area Kota Terlarang, langsung terasa kesannya yang sangat massive. Bayangkan saja, kompleks yang merupakan bekas kompleks istana di era Dinasty Ming dan Qing ini terdiri dari 980 bangunan dengan luas 720.000 m2! Kompleks yang sudah berusia lebih dari 600 tahun ini terawat baik. Kalau melihat lautan massa pengunjung seperti juga di Tiananmen Square, saya angkat topi untuk pemerintah China yang benar-benar menggarap segi parawisata dengan sangat profesional. Tidak bermaksud untuk terus membanding-bandingkan, tapi dalam hati saya berharap pemerintah Indonesia juga bisa seperti itu. Karena sudah sangat jelas bidang ini punya potensi yang sangat besar.
Gerbang Forbidden City
Satu demi satu bangunan kami lewati, dan setiap bangunan ini punya sejarah dan cerita sendiri-sendiri. Ada yang merupakan gedung yang dulunya merupakan tempat dilakukannya ujian untuk seleksi pegawai kerajaan. Ada juga yang merupakan tempat Kaisar mengganti baju kebesarannya. Keren gak tuh, untuk ganti baju saja ada gedung khusus! Dan tentu saja, yang paling ingin dilihat orang adalah gedung tempat tahta Kaisar. Sayangnya, demi alasan keamanan, tahta Kaisar ini tidak bisa dilihat dari dekat, hanya dari pembatas yang dipasang di pintu masuk. Berapapun kalori yang terbakar dalam usaha saya memelekkan mata kelihatannya sia-sia. Yang terlihat hanya tahta tempat duduk Kaisar yang samar-samar (in case you’re wondering, no, di dalam tidak dipasang lampu hias mewah atau sejenisnya hehe). Untuk bisa sampai ke posisi depan pintu dan sekedar melongok ke dalam pun diperlukan tekad baja dan perjuangan hidup mati (ok, mungkin saya sedikit berlebihan). Sayangnya khusus untuk masalah yang satu ini, kurang terkelola dengan baik. Tidak ada jalur antrian untuk melihat sehingga pengunjung berdesak-desakan (baca: dorong-dorongan) dari seluruh penjuru mata angin untuk melihat sesuatu yang tidak terlihat. Ada seorang wisman bule yang begitu sukses sampai di posisi depan pintu, menjepret tempat duduk keramat tersebut dengan DSLR nya, terus sambil pergi ngomong ke temannya: “I didn’t really see anything..”
Tahta Kaisar
Dari situ kami sempat toilet break sebentar, dan toilet di China memang tidak terkenal bersih, seperti yang sudah banyak diceritakan orang-orang yang pernah berkunjung ke negara ini. Toilet di dalam kompleks ini memang tidak kotor sekali, tapi menurut saya kurang luas dan bersih. Terlalu sempit dan kecil untuk tempat seukuran tempat ini. Belum lagi wewangian aroma terapi yang menyebar. Tapi ini belum seberapa, ada pengalaman ke toilet yang lebih parah di tempat lain (I’ll tell you about it later). Untungnya setelah itu paru-paru kami kembali dibersihkan dengan jalan-jalan di taman yang ada di dalam kompleks ini, tempat Kaisar dulunya jalan-jalan sore. Di taman ini ada satu pohon yang sudah sangat terkenal, yang sudah pernah saya dengar ceritanya sebelum ke sini. Anda juga mungkin sudah pernah dengar. Pohon ini memang unik, terdiri dari dua pohon yang cabangnya saling melilit, dan diberi julukan pohon suami-istri. Banyak pasutri yang mengabadikannya dan berfoto dengan latar pohon ini. Pemandangan aneh lain adalah ada satu gedung yang seakan-akan ditumbuhi oleh terumbu karang yang menjalar di dinding. Ada cerita yang melatarinya, cuma sayangnya saya tidak ingat persis. Yang saya ingat, terumbu karang ini dibawa dari luar dan dipasang di dinding gedung hanya untuk hiburan Kaisar. Tidak terlalu lama setelah keluar dari area taman, tanpa terasa, sampai juga kami di penghujung kompleks. 
Couple Tree
Dari pintu keluar, kami berjalan kaki menuju ke suatu perempatan untuk menunggu bis yang akan datang menjemput kami. Pemandangan sepanjang jalan cukup indah dan asri. Informasi tentang udara Beijing yang tercemar parah oleh polusi anehnya tidak saya rasakan. Katanya sih ketika menjelang Olimpiade 2008 dimana Beijing menjadi tuan rumah, pemerintah sangat ketat soal kualitas udara. Tapi informasi terakhir yang saya dapat, kualitas udara kota kembali menurun semenjak berakhirnya event internasional itu. Jadi saya tidak tahu apakah waktu itu emosi saya yang bicara atau logika, tapi yang jelas saya memang tidak merasakan udara yang sumpek dan menyesakkan hidung dan paru-paru. Setelah bis datang, kami langsung meluncur ke restoran untuk makan siang. Restoran yang kami kunjungi ternyata cukup besar dan bagus. Payung warna-warni dipasang menggantung terbalik di langit-langit. Ada juga lampion dan lukisan-lukisan wajah khas opera China di dinding. Masakannya juga cukup enak. Di salah satu pojok restoran ada sebuah stand yang menjual bermacam-macam barang buatan lokal, pernak-pernik perhiasan, boneka, mainan dan sebagainya. Harga barang yang tidak terlalu mahal sempat membuat ibu-ibu peserta tour tertahan cukup lama di sini karena memborong boneka dan sejenisnya untuk kenang-kenangan. Di dekat pintu keluar masuk, dipajang sejumlah gelas kaca yang berisi cairan dengan ular yang diawetkan! Mungkin ramuan obat, saya tidak tahu pasti. Kalau Anda termasuk yang tidak terlalu nge-fans dengan binatang yang satu ini, tidak disarankan untuk mempelototi pajangan ini terlalu lama. Bisa-bisa selera makannya hilang...
Setelah lunch kami dibawa ke suatu tempat untuk pijat kaki gratis! Betul, Anda tidak salah baca. Katanya sih tempat pijat kaki ini merupakan tempat yang biasa dipakai untuk melayani tamu-tamu agung dari negara lain. Sebagai bukti, foto-foto negarawan yang pernah berkunjung dipasang di dinding di sepanjang lorong di lantai dua. Saya melihat foto Ibu Megawati, Mahatir Muhammad, dan juga Ferdinand Marcos (ex Presiden Filipina). Kami dibawa ke sebuah ruangan yang cukup besar yang berisikan deretan kursi-kursi empuk. Setelah itu dibawakan air panas di dalam wadah yang sudah diberi sejenis obat untuk merendam kaki. Sambil menunggu petugas pijatnya datang, kami diberi pengarahan dan sekilas info oleh seorang Bapak yang ternyata orang Indonesia yang telah lama pindah permanen ke China. Dijelaskan tentang segala macam obat dan layanan pemeriksaan kesehatan yang mereka tawarkan. Ternyata ‘tukang pijat’ nya adalah para remaja yang sedang training di tempat ini. Sesuai tebakan saya, sambil dipijat, mereka mulai menawarkan obat-obatan dan layanan dokter untuk memeriksa kesehatan. Tapi tenang saja, tidak ada paksaan. Kalau tidak tertarik, Anda tidak perlu beli apa-apa dan hanya mendapatkan compliment berupa pijat gratis. Setelah menjelajahi Tiananmen Square dan Kota Terlarang yang sangat luas, apalagi sih yang lebih hebat dari pijat kaki gratis? Ketika menuju pintu keluar di bawah setelah selesai pijat, saya melihat tulisan menarik yang dipajang di atas meja stand yang menjual aksesoris gelang, sejenis batu untuk kesehatan dan lain-lain. Tertulis dalam tiga bahasa: Mandarin, Bahasa Indonesia/Melayu, dan Inggris. Dalam bahasa Mandarin dan Inggris, kalau diartikan tulisannya ‘beli lima gratis dua’. Tapi yang istimewa, dalam Bahasa Indonesia/Melayu tertulis dengan huruf ukuran paling besar di tengah-tengah: “batu bian gue, beli lima geratis (free) satu”. Dalam hati saya berpikir, ini perlakuan diskriminatif untuk kita, salah tulis, atau mereka pikir kita idiot?? Kita anggap yang kedua saja deh (ingat, positive thinking, my friend).

Dari sini, tujuan berikutnya: Olympic Park! Akhirnya bakal melihat secara langsung ‘Sarang Burung’ yang terkenal itu. Sayangnya tidak ada agenda untuk masuk ke dalam, jadi kami hanya akan melihat-lihat dan foto-foto di luar stadion utama, gedung perlombaan renang dan lain-lain. Di area lapangan menuju stadion juga ada pemandangan yang cukup spesial, di bawah ternyata bisa melihat jalan tol dengan lalu lintas yang ramai. Mobil-mobil dari segala macam merk dan jenis mengalir seperti air yang tidak ada hentinya. Menurut Ms. Eka, jika dulu Beijing terkenal dengan sepedanya, yang saking banyaknya diklaim bahwa setiap penduduk Beijing punya satu sepeda, sekarang ini jumlah sepeda sudah kalah banyak dibanding jumlah mobil! Mobil Audi yang termasuk kelas menengah atas di Indonesia tidak dianggap spesial di Beijing. Kalau mau dianggap kaya, kamu harus punya mobil Rolls Royce! Ckckck...saya jadi teringat dulu pernah baca artikel di majalah Fortune yang membahas kemajuan ekonomi China. Dalam suatu event pameran mobil internasional, di stand BMW yang ketika itu meluncurkan seri limited edition, pada waktu serah terima kunci yang diliput oleh pers, ternyata pembelinya adalah seorang anak muda yang datang hanya pakai kaus dan celana pendek...Di dekat area jalan tol ini terdapat sebuah gedung pencakar langit yang puncaknya berbentuk seperti kepala naga. Ternyata di dalam bangunan ini terdapat Hotel 7 Bintang Pangu (alias Gold Dragon atau naga emas) yang merupakan bagian dari Pangu Plaza, kompleks perkantoran, apartment, mall dan restoran mewah. Gedung eksotis ini merupakan hasil rancangan arsitek terkenal asal Taiwan C.Y. Lee yang juga merancang gedung tertinggi nomor dua di dunia, Taipei 101 di Taiwan.
Hotel Pangu dilihat dari Olympic Park
Berhubung cuma diberi waktu setengah jam, saya buru-buru berjalan ke arah stadion ‘Bird’s Nest’ untuk melihat lebih dekat. Arsitektur stadion ini memang sangat indah dan sebuah masterpiece. Setelah itu saya juga menyempatkan diri untuk melihat Water Cube Aquatic Center, gedung persegi empat yang dindingnya seperti gelembung-gelembung air, tempat perlombaan cabang renang. Habis foto-foto kilat, saya bergegas balik ke tempat kumpul kembali yang telah disepakati. Benar-benar hanya sekilas info.

Berikutnya, kami akan menuju ke Summer Palace, istana musim panas tempat Kaisar dulu beristirahat. Waktu sudah sore ketika kami sampai ke tempat ini, dan berhubung saya suka danau, saya langsung menyukai tempat ini. Meskipun danau yang ada di kompleks ini merupakan danau buatan, menurut saya tempat ini di-design dengan cukup indah. Tempat peristirahatan yang ideal deh pokoknya. Tapi seperti kata pepatah: “Beauty is in the eye of the beholder”. Indah atau cantik itu tergantung mata orang yang melihatnya, jadi sangat relatif. Ketika sedang berjalan-jalan di kompleks ini, saya bertemu rombongan turis asal Indonesia. Dari seragam yang mereka pakai, ternyata rombongan ini adalah rombongan perusahaan. Mungkin sebagai bonus pencapaian target atau sejenisnya. Nah, salah seorang dari mereka ini bilang ke temannya: “Kayak begini indah??”. Berhubung saya bukan Kaisar atau keturunannya, saya tidak pantas tersinggung, cuma sedikit tergelitik saja. Memang tidak semua orang bisa menghargai atau mengapresiasi keindahan alam, seni arsitektur dan lain-lain. Dan bagi yang bisa pun, bisa melihat berbeda. Jadi celaan saudara kita itu pantas dimaklumi. Tiap orang berhak berpendapat. Tapi bagi saya pribadi sih, he’s totally nuts! (Excuse my French…)
Sunset @ Summer Palace
Tanpa terasa, waktu sudah menjelang malam dan matahari menjelang terbenam. Ternyata banyak fotografer yang sudah standby di dekat area jembatan yang melintasi danau untuk mengabadikan sunset. Benar-benar pemandangan yang menakjubkan. Saya juga tidak mau ketinggalan mengabadikannya dengan pocket digital camera saya. Jangan bandingkan hasilnya dengan mereka yang rata-rata memakai DSLR kelas berat lengkap dengan tripod. Tapi untuk ukuran mata normal sih, menurut saya foto yang saya ambil tidak jelek, meski cuma kualitas VGA. Saya juga tidak mau terlalu banyak dan lama mengambil foto karena ingin menikmati sunset secara LIVE. Akhirnya matahari pun terbenam di balik bukit dan itu artinya kami harus naik kembali ke bis menuju restoran untuk makan malam. Berbeda dengan makan siang, restoran untuk makan malam ini tidak begitu menonjol gedungnya. Dari pintu masuk yang relatif kecil, harus naik ke lantai dua dan berjalan di lorong sempit sebelum memasuki area restoran. Ternyata area makan restoran cukup besar, dan menu makanannya lumayan. Setelah makan malam kami pun pulang ke hotel untuk beristirahat. Hari yang cukup melelahkan tapi exciting. Beijing di pagi, siang dan sore hari, tetap saja indah....

- SW -

No comments:

Post a Comment