Friday, May 23, 2014

China Trip - Day 5 : Beijing - Shanghai

Shanghai time! Di hari ke lima ini kami akan naik kereta cepat dari Beijing ke Shanghai, kota terbesar di China. Cukup penasaran juga seperti apa rupa kota ini jika dilihat secara langsung. Tapi sebelum sampai pun, rush hour tipikal kota-kota besar sudah dimulai duluan. Pagi itu saking buru-burunya, makan pagi tidak di hotel seperti biasa, tapi bungkus. Roti, telur, sosis dipaket ke dalam kantong plastik untuk dibawa makan di jalan. Kereta api yang akan kami naiki adalah kereta pagi pertama, yang akan menempuh perjalanan kurang lebih 5 jam. Peserta tour kelihatannya sudah mulai terbiasa dengan permainan kejar-kejaran waktu. Begitu sampai di Shanghai langsung dilanjutkan tour lagi soalnya. Jadi pagi itu kami semua dari kamar langsung check out dan naik bis ke stasiun kereta Beijing. Begitu sampai, saya langsung terkesan dengan stasiun ini. Malam sebelumnya saya sempat riset sedikit tentang stasiun dan perjalanan dengan bullet train ini di internet. Banyak review positif tentang stasiun dan kereta ini. 

Setelah melihat dan merasakan langsung, saya bisa bilang kalau komentar-komentar positif yang saya baca benar-benar valid. Design arsitektur stasiun ini seperti airport saja, sangat modern. Stasiun yang sangat besar ini memang sangat sibuk, buktinya pagi itu waktu kami sampai sudah cukup ramai penumpang yang sedang menunggu. Petugas pemeriksa karcis sekaligus penjaga pintu masuk ke kereta pun penampilannya seperti pramugari, bahkan lebih modis lagi dengan aksesoris topi. Awesome place. Saya siap memberikan rating 5 bintang untuk tempat ini, sampai ketika saya harus ke WC...yah kalau di awal saya pernah singgung pengalaman menarik soal WC...di sinilah tempatnya. Waktu masuk ke WC, meskipun sudah sering dengar cerita horror dari teman tentang toilet di China, saya tetap saja sangat terkejut dengan apa yang saya lihat. Di salah satu tempat yang harusnya merupakan kamar WC jongkok tertutup, seorang pemuda yang kalau dilihat dari penampilannya..pakaian kantoran lengkap dengan jas, harusnya bisa bersikap lebih baik, sedang ‘asik’ jongkok dengan pintu terbuka sambil memainkan smart phone....

Stasiun Kereta Beijing
Kelihatannya ini sedikit banyak masih budaya lokal, soalnya saya perhatikan orang-orang yang masuk ke WC semua cuek saja dengan pemandangan itu. Yang jelas bagi saya sangat menghilangkan selera dan rating 5 bintang saya langsung jadi redup. Penampilan dan rancangan WC nya pun menurut saya kurang modern, beda jauh dengan di luar. Berhubung seisi WC dipenuhi orang juga, saya memutuskan untuk nanti saja ke WC waktu sudah masuk ke dalam kereta. Kami masih harus ngantri dan menunggu beberapa lama di gerbang masuk ke kereta. Ketika sudah melewati gerbang pun ternyata masih harus turun ke bawah dengan eskalator ke platform untuk masuk ke dalam kereta. Paling tidak penampilan kereta apinya tidak mengecewakan, modern dan bersih. Toiletnya juga begitu. Cuma berhubung kami harus meletakkan koper di depan tempat duduk, ruang untuk kaki saya yang cukup panjang berkurang drastis. Percobaan untuk tidur kurang begitu sukses (yes, cerita lama), jadi cuma bisa tidur-tiduran saja. Tapi gak terasa juga sudah lewat tengah hari, dan ternyata gerbong di depan kami merupakan tempat makan dalam kereta. Lunch time! Menunya terbatas, hanya beberapa pilihan makanan paket seperti di pesawat. Harganya juga cukup mahal, tapi worth it lah untuk nambah pengalaman. Ada beberapa eksekutif yang lunch sambil kerja dengan notebook mereka di tempat ini.

Jalur kereta yang kami naiki ternyata melewati stasiun kota Nanjing juga. Singkat cerita, tidak terlalu lama setelah melewati stasiun Nanjing, akhirnya sampai juga di stasiun kereta api Shanghai. Tidak seperti yang saya bayangkan, stasiun Shanghai tidak sebagus Beijing. Kami dijemput tour guide lokal dan langsung menuju ke area parkir untuk naik bis. Sayangnya tour guide kali ini, Ms. Xiao Wang, tidak bisa berbahasa Indonesia, hanya Mandarin dan Inggris. Berhubung rombongan tour mayoritas lansia, bahasa resmi tour kali ini pun dipilih Mandarin. Ternyata stasiun kereta api ini berada di distrik Pu Xi, alias area Shanghai lama. Shanghai memang dipisahkan menjadi dua bagian oleh sungai Huang Pu. Area sebelah barat sungai namanya Pu Xi (Xi = barat), dan area sebelah timur disebut Pu Dong (Dong = timur). Pemandangan sepanjang jalan menuju ke restoran untuk makan siang/sore tidak se ‘wah’ yang saya bayangkan. Bahkan di beberapa tempat, masih terlihat agak kumuh. Di dalam bis, Ms. Xiao Wang sempat menceritakan hal menarik tentang trend perkawinan yang sedang terjadi di Shanghai. Layaknya kota-kota metropolitan lain di dunia, tingginya biaya hidup di Shanghai menyebabkan para pasangan mengadopsi gaya perkawinan ‘luo hun’. Artinya para pasangan ini menikah tanpa mengharapkan apa-apa dari segi materi dari pasangan mereka. Tidak perlu harus beli rumah, mobil dan sebagainya. Yang penting mereka bisa hidup bersama. Romantic, pathetic, or realistic? Yang jelas menurut Ms. Xiao Wang harga property di Shanghai luar biasa mahal, saking mahalnya, jangankan beli, untuk sewa apartment saja kalau tidak ramai-ramai patungan akan sulit. Menurut dia rata-rata gaji karyawan biasa di Shanghai berkisar 2000-3000 Yuan. Sewa apartment bisa mencapai 3000 Yuan, jadi kalau hanya tinggal sendiri, artinya gaji hanya cukup untuk membayar sewa apartment saja. Kalau dibagi berlima, setiap orang harus membayar 600 Yuan. Belum lagi biaya untuk makan, transport, hiburan, shopping dan lain-lain. Benar-benar kasus klasik bright light big cities.

Stasiun Kereta Shanghai
Restoran tempat kami makan siang tidak begitu istimewa, dan menunya juga biasa saja. Area sekitar restoran juga biasa saja. Pokoknya serba biasa deh. Jauh dari bayangan Shanghai sebagai kota paling besar dan paling modern di China. Dari restoran kami menuju ke kompleks shopping Cheng Huang Miao. Tempat ini dipenuhi turis yang ingin berbelanja, baik lokal maupun dari mancanegara. Penampilan kompleks ini cukup menarik, tapi berhubung saya bukan shopaholic, rasa antusiasmenya tidak terlalu tinggi. Ternyata di dalam kompleks ini ada jalan masuk ke suatu taman yang bernama Yu Garden (Yu Yuan). Taman ini adalah buatan salah seorang pejabat pemerintah di jaman dinasti Ming yang bernama Pan Yunduan, didedikasikan untuk orang tuanya. Ternyata selama usianya yang sudah mencapai 400 tahun, taman seluas dua hektar ini sudah beberapa kali mengalami perombakan. Yang terakhir di tahun 1956, memakan waktu selama lima tahun. Mulai 1961, taman ini dibuka untuk umum. Kalau punya taman seperti ini di rumah pastinya cukup spesial, dengan arsitektur bangunan yang khas, beranda yang dibuat khusus untuk menikmati pemandangan formasi bebatuan di dalam taman dan aliran air sungai buatan, pohon-pohon tinggi dalam taman yang layaknya hutan mini,  kolam ikan dan sebagainya. Hal spesial lain adalah ada pohon Ginkgo biloba yang sudah berusia 400 tahun!


Keluar dari taman, kami diberi kesempatan untuk jalan-jalan dan belanja di kompleks Cheng Huang  Miao ini. Selama di sini saya jalan-jalan keliling kompleks, window shopping dan foto-foto. Sempat berpapasan dengan rombongan asal Indonesia yang cukup heboh, ada yang dengan bangga cerita ke temannya kalau dia sukses nawar. Tempat ini memang terkenal dengan harga miringnya, miring ke atas..bukan miring ke bawah. Jadi kalau mau beli sesuatu harus pintar-pintar nawar. Meskipun tidak belanja, saya jadi “korban” juga (shame on me…). Waktu sedang menyusuri salah satu lorong, saya melihat ada warung minuman yang menjual air kelapa. Rasa penasaran bercampur haus membuat saya memutuskan untuk mencobanya. Masalahnya, saya melakukan kesalahan pemula, tidak menanyakan harga sebelum beli. BIG mistake. Toh makanan/minuman di China pasti relatif murah, right? Wrong!! Ternyata buah kelapa yang disajikan ke saya harganya 25 Yuan atau sekitar Rp 37.500! Bukan itu saja, buah yang disajikan pun agak coklat kehitam-hitaman dan tidak sesegar yang dipajang. Rasanya juga tidak enak. Talking about being the victim of a scam! Ingat lain kali kalau Anda ke sini, jauhi air kelapa! Tidak peduli seberapa hausnya Anda! Lebih baik beli air mineral atau kalau penggemar Starbucks, bisa beli minuman di outlet cafĂ© tersebut yang ada dalam kompleks ini, yang meskipun tidak murah tapi rasanya sudah standard. Oh ya, tour guide juga sudah wanti-wanti dari awal tentang rawannya pencurian dan copet di tempat ini, jadi mesti ekstra hati-hati dengan dompet dan tas bawaan kita.
Cheng Huang Miao
Keluar dari Cheng Huang Miao, hari sudah sore menjelang malam. Kami dibawa ke sebuah restoran yang cukup besar untuk makan malam. Rencananya, setelah makan malam kami akan ke gedung ERA untuk menyaksikan acrobatic show yang katanya bagus. Restoran ini dilengkapi dengan panggung untuk show tari-tarian, nyanyian dan permainan alat musik yang menghibur para tamu selama makan di sini. Sound dan lighting system nya juga cukup profesional, memang sudah dirancang khusus untuk layanan entertainment. Menunya? Setelah beberapa hari di China, meskipun beda daerah, menu yang disajikan tidak begitu jauh beda. Setelah dinner ini kami langsung menuju ke gedung pertunjukkan ERA karena ingin mengejar show jam 7 malam. Show yang berlangsung selama kurang lebih dua jam ini memang dikemas cukup menarik. Ada akrobatik melompat melewati semacam menara lingkaran di tengah panggung yang ditumpuk semakin tinggi. Ada juga peragaan elastisitas badan dan otot yang sepertinya bisa ditekuk ke mana-mana, ada pertunjukan drama tarian dan musikal yang romantis dan ditutup dengan aksi lima motor yang saling berputar di dalam sangkar besi berbentuk seperti bola. Secara keseluruhan acrobatic show ini memang cukup bagus. 

Dinner @ Shanghai resto

Salah satu sudut gedung ERA
Ketika pertunjukkan selesai dan kami keluar dari gedung, ternyata sedang hujan. Terpaksa sedikit berbasah-basah untuk masuk kembali ke bis menuju hotel untuk bermalam. Hotel yang dipakai kali ini adalah Holiday Inn Express. Hotel dengan penampilan simple dan minimalis tapi elegan ini adalah tipe hotel yang saya sukai. Waktu masuk ke kamar pun saya benar-benar puas dengan tempat tidur, tata letak meja dan juga toiletnya. Seandainya saja semua hotel yang akan kami tinggali selama tour  di China bisa seperti ini. Hotel Peixin di Beijing tidak jelek, tapi masih tipe hotel bergaya lama. Tapi saya tidak bisa terlalu lama menikmati design dan kenyamanan kamar, karena harus segera istirahat dan besok pagi mengikuti jadwal tour yang cukup padat, mengunjungi TV Tower Shanghai sebelum dilanjutkan dengan perjalanan ke kota berikutnya, Wuxi.

- SW -  

No comments:

Post a Comment