Saturday, June 14, 2014

China Trip - Day 8: Hangzhou – Shanghai

Day 8! Hari ini kami akan mengunjungi beberapa tempat wisata terkenal di kota Hangzhou, diantaranya Leifeng Tower alias menara legenda cerita siluman ular putih, Danau Barat alias Xi Hu, Puncak Terbang dan yang terakhir perkebunan teh. Tapi sebelumnya mari kita bahas sedikit kondisi pagi ini di Hotel Hairui. Berhubung sore ini kami akan pulang kembali ke Shanghai untuk naik kapal di sungai Huang Pu, bagasi dan semua barang bawaan harus dibawa turun dari kamar ke lobby hotel. Next, breakfast! Ternyata tempat makannya terletak di sebuah gedung kecil di samping gedung hotel. Karena malam sebelumnya hujan deras, jalan ke gedung ini digenangi air dan becek. So jangan tanya soal kenyamanan, semakin menurun drastis. Begitu sampai di depan pintu ruang makan, baru teringat saya lupa membawa voucher makan paginya. Terpaksa harus kembali ke kamar untuk mencarinya, yang untungnya ketemu. Begitu masuk ke ruang makan yang sempit ini, menunya: nasi goreng, cakwe goreng, bubur polos dan beberapa menu sederhana lain yang rasanya juga ‘sederhana’. Ruang yang sempit membuat kita tidak bisa bersantai menikmati makan pagi karena orang yang mengantri banyak, dan duduknya juga harus dempet-dempetan! Kesimpulan: kalau suatu hari Anda mengunjungi Hangzhou, stay away from this hotel! As far as you can! Ketika diberi tahu tentang kondisi hotel, Sam sang tour guide cuma minta maaf dan beralasan kalau hotel ini masih baru. Dalam hati saya berpikir, so what?? Memangnya tidak ada hotel lain yang lebih layak di kota sebesar ini? Menurut saya sih ini praktek travel agent atau tour operator yang ingin memaksimalkan keuntungan dengan membooking hotel murah. Tapi mereka harusnya berpikir jangka panjang dan mempertimbangkan lebih serius soal kepuasan pelanggan. Enough complaining!

Berikutnya, kami segera berangkat ke Menara Legenda. Hujan tadi malam membuat suhu pagi ini cukup dingin. Dan ketika sampai di area menara, langit masih berkabut. Akibatnya, dari puncak menara, tidak terlihat pemandangan indah Danau Barat yang bisa dilihat dari sini, karena jarak pandang yang masih terbatas. Di dalam menara, di sekeliling dinding terdapat ukiran kayu yang menceritakan legenda Siluman Ular Putih. Selain dari itu, tidak ada pemandangan menarik lain yang bisa dilihat. Kami semua pun turun kembali ke bawah, foto-foto sebentar dan melanjutkan perjalanan ke dengan kaki untuk naik perahu mengelilingi Danau Barat. Seandainya cuaca cerah, pemandangan di sini harusnya cukup indah. Tapi apa boleh buat, letak kedua atraksi wisata yang berdekatan ini membuat kunjungan dilakukan sekaligus.

Menara Legenda- Leifeng Tower


Setelah Sam membeli karcis, rombongan tour pun masuk ke dalam perahu yang akan membawa kami keliling danau. Kembali lagi, sangat disayangkan, keadaan alam pagi itu membuat acara keliling danau ini tidak maksimal dan kurang memuaskan. Yang bisa diceritakan hanyalah saya angkat topi untuk para private tour guide China yang saya lihat. Mereka ini fasih berbicara bahasa asing, ada yang menjadi guide privat untuk keluarga yang berbahasa Spanyol, Perancis, Inggris dan lain-lain. Saya tidak tahu apakah di Indonesia juga ada cukup banyak guide privat yang punya kemampuan serupa. Setelah selesai keliling danau, kami berjalan cukup jauh ke tempat parkir bis.
Danau Barat - Xi Hu
Tujuan berikutnya, Puncak Terbang. Meskipun tempat ini cukup ramai dikunjungi wisatawan, menurut saya tempat ini tidak terlalu menarik. Hanya ada cukup banyak relief patung Buddha dan juga gua yang bisa dilihat di sini. Kami juga tidak berjalan sampai ke ujung tempat ini, hanya sampai pertengahan saja. Cerita menariknya, menurut Sam raut muka patung-patung yang aneka ragam, ada yang bertampang garang dan ada yang ‘lebih ramah’, adalah karena beda pembuat. Yang garang dibuat di jaman Kekaisaran Mongol dan yang lebih ramah di jaman Kekaisaran China. Jadi teringat sosok orang Mongol di film yang memang terkesan barbaric :) 

Tidak lama di sini, kami kembali ke bis menuju perkebunan teh. Kalau Suzhou terkenal dengan sutranya, Hangzhou termahsyur dengan teh ‘Long Jing Cha’ atau teh Long Jing. Teh jenis ini boleh dimakan daunnya, dan khasiatnya sangat baik untuk kesehatan. Harganya lumayan, mencapai jutaan rupiah perkilo tergantung kelas. Jenis yang paling mahal yang disebut Teh Raja, selain super mahal juga terbatas. Saking eksklusifnya, menurut Sam, Margaret Thatcher saja sempat tidak dapat jatah waktu berkunjung ke tempat ini dulu. Ceritanya, waktu itu The Iron Lady diundang oleh Presiden China waktu itu, Jiang Zhe Min. Sempat disuguhi Teh Raja oleh Presiden, beliau langsung suka dan bertanya apakah bisa membawa pulang ke Inggris. Dengan sangat menyesal Presiden Jiang menjelaskan kalau waktu itu kebetulan belum ada panen teh jenis ini, dan berjanji untuk mengirimkannya kalau sudah ada. Bayangkan, PM Inggris saja harus sabar menunggu untuk bisa menikmati teh ini.
     
Puncak Terbang
Yang luar biasa (selain harganya), teh Long Jing ini diolah di kuali panas dengan tangan kosong! Kami dibawa ke sebuah ruang khusus dimana staff di sana melakukan eksperimen untuk menunjukkan kualitas teh ini. Sebuah gelas yang berisi air putih ditetesi cairan kimia berwarna hitam. Segelas air hitam ini, kemudian ditambahkan teh Long Jing yang langsung menetralisir air hitam kembali menjadi air putih. Saya tidak tahu apakah teh ini hanya menetralisir warna saja atau memang bisa menetralisir racun kimia dalam tubuh. Harus tanya ke pakar kimia dan pakar teh. Yang jelas Sam dan staff yang melayani kami ini cukup sukses jualan karena cukup banyak yang membeli. Setelah selesai belanja teh, kami dibawa ke sebuah restoran yang letaknya di dekat tempat ini untuk makan siang. Restoran yang dilengkapi taman dan kolam ini bagus dan makanannya juga lumayan. Jadi paling tidak kami mengakhiri petualangan di Hangzhou dengan kesan yang cukup positif. Selesai makan siang kami langsung kembali ke bis untuk mengejar balik ke Shanghai. Rencananya, kami akan mengejar kapal jam 7 malam.
Kungfu Master in action
Waktu sampai kembali ke Shanghai, hari sudah menjelang malam dan kami langsung makan malam. Sayangnya tiket kapal jam 7 malam sudah terjual habis sehingga kami harus menunggu Ms. Xiao Wang, tour guide di Shanghai ini, mengantri tiket kapal jadwal berikutnya. Setelah menunggu cukup lama di luar gerbang masuk yang tidak ada tempat duduknya, akhirnya kami dapat info bahwa kami akan naik kapal jam 8:45. Untungnya di dalam ada tempat duduk, jadi minimal kami bisa sedikit mengistirahatkan kaki sambil menunggu. Orang yang mengantri untuk naik kapal ini luar biasa ramai, dan kapal yang beroperasi malam itu hanya ada 3-4 buah.

Tapi penantian lama ini tidak sia-sia. Begitu masuk ke kapal dan perjalanan keliling sungai dimulai, segala kelelahan langsung hilang melihat pemandangan kota Shanghai di malam hari yang sangat indah. Gedung-gedung dipasangi lampu warna-warni, bahkan ada gedung pencakar langit yang dipasangi layar-layar LED untuk menampilkan berbagai macam iklan menarik, layaknya layar raksasa. Kapal yang berlayar pun dipasangi lampu warna-warni. Dari atas kapal ini kita bisa melihat pemandangan dua sisi Shanghai, kota lama dan kota baru. Di malam hari, kota lama Shanghai (area Puxi) yang ada di sebelah barat sungai tidak kalah menarik dibanding kota baru (Pudong) di sebelah timur. 

Menara TV Shanghai yang kami kunjungi beberapa hari sebelumnya juga terlihat cantik di malam hari.  Pemerintah China, khususnya pemerintah kota Shanghai benar-benar bisa memanfaatkan aset alam berupa sungai dan aset buatan manusia berupa gedung-gedung secara maksimal untuk dijadikan atraksi wisata. Sekali lagi, seharusnya, selayaknya dan sepantasnya pemerintah kita mencontoh apa yang mereka lakukan. Puncak kunjungan di kota Shanghai ini benar-benar layak dibilang puncak, karena sangat memuaskan. Faktor minusnya, malam itu suhu cukup dingin dan angin yang bertiup cukup kencang membuat suhu terasa semakin dingin. Meskipun kami semua sudah siap dengan jaket tebal, sarung tangan, topi dan lain-lain, dinginnya masih cukup terasa jika Anda hanya memakai sweater dan bukan jaket wind-breaker yang anti angin.  
Shanghai @ night (Pudong District)

'Old' Shanghai (Puxi District)


Selesai cruise, kami kembali ke hotel yang untungnya masih tetap Holiday Inn Express favorit saya, untuk istirahat. Saya sempatkan untuk cek suhu saat itu di internet, yang ternyata cuma 7 derajat Celcius. Pantas saja. Katanya dan juga menurut fakta, suhu kota Beijing lebih dingin dari Shanghai. Tapi di perjalanan kami kali ini, Shanghai di malam ini jelas lebih dingin dari Beijing beberapa hari yang lalu! Tapi paling tidak malam ini kami semua akan tertidur nyenyak dibalik selimut. Nite, Shanghai. It’s been fun! 
Lobby Holiday Inn Express

- SW -

No comments:

Post a Comment