Saturday, July 26, 2014

China Trip - Day 10 : Guilin Part Two

Memasuki hari ke 10. Hari ini jadwalnya sangat menarik, bahkan bagi saya pribadi merupakan highlight atau puncak tour di Guilin. Kami akan naik kapal mengelilingi Sungai Li (Li Jiang) yang pemandangannya sangat indah dengan rentetan gunung-gunungnya yang unik dan eksotis. 


Makan pagi dilakukan di gedung sebelah hotel. Tapi untungnya cerita horror di Hangzhou tidak berulang di sini. Interior tempat makan pagi ini cukup mewah malah, yang sayangnya tidak diimbangi dengan menu yang mewah :) Makanannya sendiri cukup enak, nasi goreng dan mie goreng nya ok lah, tapi variasi menu sangat terbatas. Setelah makan pagi kami langsung berangkat untuk naik kapal.
Breakfast in Guilin
Pagi itu, meskipun belum ramai sekali di jalan, motor listrik yang lalu lalang di depan hotel sudah cukup banyak. Dan para pengendara motor ini tidak satupun yang menggunakan helm. Tidak tahu apakah memang tidak diwajibkan, atau karena semua pengemudi kendaraan di Guilin disipilin dan taat aturan sehingga memakai helm tidak dianggap perlu. Yang istimewa di sini adalah motor-motor yang lalu lalang ini adalah motor listrik. Fenomena motor listrik ini tentu saja menarik, berhubung di Indonesia Menteri BUMN Dahlan Iskan sedang gencar-gencarnya mengkampanyekan proyek mobil nasional ‘Putra Petir’ yang berbasis listrik. Mungkin sekali lagi kita bisa belajar dari China soal ini. (Info terakhir, produk kendaraan listrik kita nanti hasil penyempurnaan teknologi dari China ini)

Tak lama kemudian, sampai juga kami di area tepi sungai untuk naik kapal. Kapal yang kami naiki cukup besar, perkiraan kasar saya, kapal ini bisa memuat kurang lebih 100 penumpang. Tempat duduk di dalam kapal seperti tempat duduk di kereta api kelas menengah atas, dengan meja diantara kursi yang saling berhadapan. Formasi kursi dalam satu baris adalah dua-tiga-dua, yang dipisahkan oleh dua gang untuk ruang jalan. Di dalam kapal juga ada sound system dan microphone yang dipakai untuk memberikan info yang berhubungan dengan perjalanan ini kepada para penumpang. Selain itu, di ujung ruangan juga ada tempat penjualan minuman. 
Pemandangan di dalam kapal

Begitu kapal mulai berlayar, saya tidak mau berlama-lama duduk di bawah dan sekedar melihat pemandangan dari jendela tempat duduk. Di atas kapal memang sudah disediakan tempat untuk menikmati pemandangan di sepanjang sungai.  Setelah melihat langsung, saya memang bisa bilang bahwa cruise di Sungai Li ini benar-benar merupakan ‘pusaka’ nya Guilin. Rasanya tidak banyak tempat di dunia yang punya keunikan pemandangan seperti di sini. Yang mungkin agak mirip adalah Milford Sound di New Zealand. 

Yang lebih unik lagi, di sini bahkan ada kisah mistis yang melibatkan mantan Presiden Amerika, Bill Clinton. Di salah satu bagian sungai, ada sebuah gunung yang menurut kepercayaan penduduk lokal, pada lerengnya terdapat gambar 9 ekor kuda. Siapa yang bisa melihat image 9 ekor kuda ini akan memperoleh kesuksesan dalam hidupnya, dan sebaliknya mereka yang tidak berhasil akan mengalami kegagalan. Nah, Presiden Clinton waktu itu tidak berhasil melihat 9 kuda ini dan tidak lama kemudian karir politiknya pun menurun. Percaya tidak percaya hehe.
Gunung '9 Kuda'

Penumpang di atas kapal ini hanya terpaksa turun waktu diumumkan saatnya makan siang. Sayangnya makan siang di atas kapal ini jadinya kurang begitu berkesan karena menunya yang ‘minimalis’, ditambah pelayanan para crew nya yang cenderung kasar. Tidak ada basa-basi, begitu dapat instruksi bahwa waktu makan siang sudah selesai, mereka langsung membereskan meja meskipun masih ada sisa makanan dan minuman. Dengan menu seperti ini, saya memang juga tidak berlama-lama makan siang, langsung naik kembali ke atas untuk menikmati pemandangan. Ternyata pemandangan indah tidak di sepanjang sungai, ada juga bagian dimana tidak ada pemandangan bagus yang bisa dilihat. Di saat inilah penumpang yang nongkrong di atas ini disarankan untuk turun di bawah saja. Tapi tetap saja ada yang memilih untuk bersantai di atas menikmati udara terbuka. Saya memutuskan untuk turun dan beristirahat di bawah saja, berhubung perjalanan masih cukup panjang. Saya baru naik kembali waktu diumumkan bahwa sebentar lagi kapal akan melewati bagian sungai yang pemandangannya dijadikan gambar latar untuk lembaran uang kertas 20 Yuan.
Pemandangan Sungai Li
Penumpang beramai-ramai naik ke atas untuk melihat secara langsung pemandangan menarik ini. Dan ternyata pemandangannya memang indah dan layak dijadikan latar di salah satu lembar mata uang China. Ada penumpang yang cukup kreatif dengan berfoto dengan latar pemandangan ini sambil memegang uang kertas 20 Yuan ini. Saya kebetulan mempunyai lembaran 20 Yuan dan berusaha untuk membandingkannya antara gambar dengan aslinya. Hasilnya, gambar yang terdapat pada lembaran uang memang cukup mendekati aslinya. Tapi menurut saya sih, lukisan itu seni, yang tentu saja berbeda dengan foto. Lukisan suatu objek asli menurut saya tidak harus sama persis 100% dengan objeknya, karena boleh saja diberikan sentuhan seni dan kreatifitas oleh pelukisnya.
Pemandangan yang menjadi gambar di uang kertas 20 Yuan
Tidak terlalu lama setelah melewati pemandangan ini,  selesai juga perjalanan di Sungai Li. Kapal merapat di Yangshuo, kota turis kecil yang biasa menjadi tempat shopping. Setelah turun dari kapal kami masih harus berjalan kaki menyusuri lorong yang cukup panjang. Sepanjang sisi kanan jalan ini dipenuhi penjual kaki lima, tapi berhubung kata tour leader kami baru akan shopping di pusat kota Yangshuo, ibu-ibu peserta tour hanya bisa window shopping saja sambil jalan. Di ujung jalan ini kami sudah ditunggu oleh mobil listrik yang akan membawa kami ke pusat kota karena menurut tour guide bis tidak diperbolehkan berhenti di sini. Kami sempat toilet break sebentar, dan kebetulan saya melihat tebu yang kulitnya berwarna hitam. Karena penasaran saya putuskan untuk mencobanya, apalagi saya memang penggemar berat air tebu. Rasanya enak dan manis, tidak jauh beda sih sama air tebu di Indonesia. setelah semua peserta lengkap kamipun langsung naik ke mobil ke pusat kota. Kota Yangshuo ini cukup padat dan ramai, khas kota turis. Pastinya akan cukup menarik jalan-jalan di sini.
Tebu hitam


Yangshuo

Tapi layaknya cerita di dalam novel atau film yang akan hambar kalau tanpa konflik, petualangan kami di Yangshuo ini juga diwarnai konflik! Ternyata supir menurunkan kami di depan lobby sebuah gedung, dan bis kami sudah menunggu di sana. Kemudian, bukannya membawa kami untuk jalan-jalan dan shopping di kota Yangshuo, tour guide malah bilang kalau bis ini akan langsung membawa kami pulang kembali ke Guilin! What the heck??? Hanya sekilas info??? Kontan saja para peserta tour protes semua. Tapi apa mau dikata, kunci bis dipegang sopir. Antara tour leader dengan tour guide sempat terjadi perdebatan sengit, dan hasilnya: kami tetap pulang ke Guilin!!!

Perjalanan kembali ke Guilin pun jadinya tidak menyenangkan. Saya sih tidak terlalu menyayangkan acara shopping yang batal, tapi kehilangan peluang untuk menikmati suasana kota Yangshuo. Agak tragis memang, setelah melihat kulitnya, tidak berkesempatan merasakan isinya. Tapi tidak ada yang bisa kami lakukan, so seperti kata orang bijak:  forget it and drive on! 

Setiba di Guilin kami dibawa ke sebuah tempat penjualan segala macam barang yang terbuat dari material yang digunakan untuk membuat peluru dan peralatan perang lainnya. Tempat ini dikelola dan dijalankan oleh staff dari pihak militer sendiri. Jarak tempuh yang cukup jauh antara Yangshuo – Guilin ada sisi positifnya juga, rasa kesal peserta tour sedikit banyak sudah berkurang. Apalagi setelah demo yang cukup menarik untuk produk pisau dan berbagai alat dapur, yang kekuatan dan ketajamannya luar biasa. Karena untuk barang tertentu seperti pengupas kulit kentang, wortel dan lain-lain harganya tidak terlalu mahal, ada beberapa peserta tour yang memborong cukup banyak. Sebenarnya cukup banyak objek menarik untuk difoto di sini, tapi berhubung tidak diijinkan, terpaksa gigit jari. Ada rudal, pisau belati yang dipakai di film Rambo nya Sylvester Stallone, seragam militer yang cool, dan masih banyak lagi. Tempat seperti ini sekali lagi membuktikan kreatifitas pemerintah China dalam memanfaatkan aset yang dimiliki. Menurut cerita tour guide, dulu waktu jaman perang, gua-gua di Guilin dijadikan lokasi pembuatan senjata dan amunisi oleh pemerintah. Setelah era perang, kekayaan material untuk membuat senjata dan amunisi yang ada di Guilin ini dijadikan industri untuk membuat segala macam perkakas dan peralatan. Thumbs up!

Selesai dari sini, kami dibawa ke tempat tujuan terakhir, Bukit Belalai Gajah. Lebih tepatnya sih kalau dibilang ke tempat untuk melihat bukit ini (viewing point). Karena sebenarnya kami hanya melihat bukit ini dari jauh, di area seberang bukit ini yang dipisahkan oleh sungai. Sekilas memang terlihat seperti gajah yang sedang minum dengan belalainya. Tapi kalau mau jujur sih, tempat ini tidak terlalu istimewa, hanya viewing point yang pemandangannya lima menit kemudian sudah akan membuat Anda bosan. Next, dinner. Kami dibawa kembali ke restoran yang sama seperti kemarin. Dan setelah makan, juga dilanjutkan dengan belanja di street market yang ada di depan restoran. Pokoknya de ja vu banget deh.
Bukit Belalai Gajah



Sore menjelang malam itu, jalan di depan restoran tidak terlalu ramai, cenderung sepi malah. Saya sempatkan untuk foto-foto sedikit untuk sekedar meng-capture pemandangan salah satu sisi kota Guilin. Agak sedikit sentimental juga karena besok sudah harus meninggalkan tanah salah satu negara paling bersejarah di dunia ini, setelah lebih dari seminggu melihat sekilas info lingkungan dan budayanya. Jalan-jalan dengan tour memang hanya bisa melihat kulit dari suatu negara atau tempat, terlalu singkat untuk pengalaman yang lebih mendalam.
Sore hari di Guilin
Dari restoran kami bertolak kembali ke hotel. Masih ada sedikit waktu malam itu, dan saya memutuskan untuk memanfaatkannya semaksimal mungkin. Tidak jauh dari hotel ada tempat untuk jalan-jalan sekaligus shopping, semacam pasar malam lah, tapi yang modern. Area untuk jalan kaki di kompleks perbelanjaan ini cukup luas, dengan toko-toko di kiri kanannya di sepanjang jalan. Enak banget untuk sekedar jalan-jalan malam, window shopping, shopping beneran, atau kalau mau nongkrong melihat ramainya orang yang lalu lalang. Meskpiun Guilin tidak sebesar Shanghai ataupun Beijing, bisa dilihat bahwa anak muda di sini sudah tersentuh globalisasi dengan penampilan dan gaya trendinya. Sayangnya saya tidak bisa berjalan sampai terlalu larut karena besok pagi-pagi sudah harus bangun untuk naik pesawat kembali ke Kuching melalui Kuala Lumpur, Malaysia. Tapi paling tidak hari terakhir di China ini secara keseluruhan menyenangkan.  
Night market di pusat kota Guilin

Good nite Guilin, a true beauty of China.

- SW -

Tuesday, July 1, 2014

China Trip - Day 9 : Shanghai – Guilin

Pagi ini kami akan meninggalkan kota Shanghai dan menuju ke Guilin dengan pesawat terbang. Berhubung pesawat yang akan kami naiki adalah jadwal pesawat paling pagi, breakfast dari hotel dikemas dalam bentuk take away alias dibungkus. Ada sedikit insiden yang terjadi soal breakfast ini, pihak hotel ternyata lupa menyiapkannya, meskipun malam sebelumnya sudah dipesan oleh tour guide kami. Beruntung pagi itu sopir bis kami sudah standby dan dia yang membantu menguruskan masalah ini. Beraktifitas tanpa breakfast? Benar-benar tidak terbayangkan untuk saya yang sudah menjadikan makan pagi sebagai rutinitas. Mungkin karena dipersiapkan dengan terburu-buru, menu yang diberikan sangat mengecewakan. Roti tawar, telur dan sosis dalam keadaan dingin. That’s all! Tidak ada lagi bakpao manis panas favorit saya. Tidak juga bisa menikmati minuman panas ataupun jus dingin. Hanya diberi air mineral botol oleh pihak hotel. Apa boleh buat, daripada gak ada sama sekali. Akhirnya pagi itu kami semua mengadopsi gaya mobile breakfast, alias makan pagi sambil jalan, di dalam bis.

Ada satu peristiwa lucu tentang air mineral botol. Karena pihak hotel menyediakan satu dus air mineral dan di bis juga disediakan satu dus, supply air minum kami pagi itu lebih dari cukup. Tapi masalahnya, waktu sudah sampai di bandara, akhirnya sadar kalau air minum tidak bisa dibawa masuk ke ruang tunggu airport sehingga terpaksa harus dibuang. Nah, sebelum memasuki pintu masuk bandara, dimulailah acara buang-buang air minum, yang kalau sampai dilihat para aktifis kemanusiaan di Afrika, bakal dikecam habis-habisan atau bahkan mungkin dituntut! J Tapi belakangan salah seorang peserta tour berhasil lolos dengan menyelipkan botol minumnya di kantong jaket. Saya juga heran kenapa hal ini tidak tertangkap X-Ray ataupun pemeriksaan manual oleh petugas. Beliau dengan bangga menceritakan ‘kisah sukses’ ini kepada saya dan peserta lain. Impressive! 

Airport yang berada di kawasan lama Shanghai ini cukup modern dan luas, tapi kalau mau dibandingkan masih kalah bagus dari stasiun kereta Beijing. Meskipun demikian, saya menyempatkan untuk sedikit foto-foto mengabadikan tempat ini. Tak disangka, sesi foto-foto singkat ini nyaris membawa bencana. Waktu mengambil foto, tas backpack saya ditaruh di salah satu kursi duduk untuk pengunjung. Tour leader kemudian memanggil kami semua untuk berjalan mengikuti dia ke counter untuk check in. Ketika sudah sampai di depan counter, yang letaknya cukup jauh dari tempat kami menunggu sebelumnya, saya baru sadar kalau tas backpack saya ketinggalan! Di dalam tas itu ada netbook, dan yang jauh lebih penting lagi, passport saya!! Dalam sekejap saya berubah menjadi layaknya sprinter legendaris Carl Lewis, yang berlari menembus jarak 100 meter di bawah 10 detik! Sambil berlari dalam hati saya berharap-harap cemas dan berdoa, semoga tas saya masih ada di kursi yang saya tinggalkan tadi. Puji Tuhan tas itu masih ada di sana! Dalam hati saya mengucapkan beribu-ribu syukur. Gak terbayangkan gimana jadinya seandainya tas beserta passport hilang. Jangankan sekedar ikut ke Guilin, saya tidak akan bisa pulang!!! Harus mengurus masalah kehilangan ini ke kedutaan Indonesia di sana dan lain-lain. Pokoknya bakal pusing seribu keliling! Thank God…

Shanghai Hongqiao International Airport

Setelah jantung kembali berdetak normal, saya dan seorang peserta tour lain membantu pengurusan check in bagasi yang jumlahnya cukup banyak. Setelah itu kamipun memasuki ruang tunggu yang ukurannya sebenarnya tidak terlalu kecil juga, tapi penuh orang sehingga tidak banyak tempat duduk yang tersisa. Untungnya kami tidak perlu menunggu terlalu lama. Maskapai yang kami pakai ternyata China Eastern Airlines. Sempat sedikit penasaran juga bagaimana rasanya naik maskapai lokal China, ternyata kesannya tidak jauh beda dengan naik maskapai lokal di Indonesia, dari segi kenyamanan dan pelayanan. Pagi itu kami harus menunggu cukup lama di dalam pesawat, tidak jelas apakah karena kendala cuaca atau masalah teknis pesawat, saya tidak menanyakan ke pramugari juga. Karena tidak banyak yang bisa dilakukan di dalam pesawat, saya mencoba untuk tidur. Lega juga ketika akhirnya mendengar pengumuman kalau pesawat akan segera mendarat di Guilin. Ketika sampai, kesan yang saya dapat adalah bandara Guilin termasuk bandara lama yang belum dimodernisasi. Agak sedikit heran, karena Guilin adalah salah satu tujuan wisata utama di China yang sangat terkenal. Tour guide kami langsung membawa kami untuk makan siang di salah satu restoran di bandara. Menunya tidak istimewa, setelah lebih dari seminggu di China, kami harus menerima kenyataan kalau menu yang disajikan tiap restoran, meskipun berbeda daerah, tidak jauh beda. Atau jangan-jangan pihak tour operator memang selalu memesankan menu standard yang itu-itu saja? 


Bandara Guilin
Setelah makan siang, kami langsung dibawa ke suatu tempat wisata yang terkenal di Guilin, Gua Seruling. Gua ini mirip-mirip dengan Jenolan Cave di Australia. Di dalam gua juga dipasangi lampu neon warna-warni sebagai penghias. Beberapa bagian bebatuan yang diberi nama karena bentuknya dianggap menyerupai manusia atau hewan dan lain-lain, menurut saya agak dipaksakan karena sebenarnya tidak begitu mirip J Karena saya sudah pernah melihat yang sejenis di Jenolan Cave, kesan yang didapat di gua ini biasa saja. Tapi ada satu bagian gua dimana ada genangan air yang  memantulkan image bebatuan yang ada di atasnya, ditambah efek cahaya lampu biru, yang menurut saya cukup mengesankan. Belakangan saya baru menyadari kalau foto tempat inilah yang dipakai di brosur promosi wisata Gua Seruling. Tidak jauh dari titik ini adalah pintu keluar gua. Oh ya, di sini juga ada jasa tukang foto. Jadi kalau Anda ingin mengabadikan petualangan di gua ini, tinggal merogoh kocek dan foto langsung jadi bisa Anda dapatkan.


Gua Seruling
Keluar dari Gua Seruling ini, kami dibawa ke pusat perbelanjaan barang-barang yang terbuat dari serat bambu. Benar-benar salut dengan pemerintah China yang bisa memanfaatkan setiap aset yang mereka miliki. Barang-barang yang dibuat dari serat bambu ini jenisnya cukup banyak: kain lap, kaus kaki, pakaian sampai ke sikat gigi yang katanya bisa tahan setahun! Setelah peserta tour puas berbelanja, kami dibawa untuk makan malam. Restoran yang bernama ‘Sheng Man Jin Lou’ ini cukup besar dan memiliki dua lantai. Kami menempati ruang khusus dengan dua meja untuk peserta tour saja. Di luar restoran ini ada street market atau pasar di tepi jalan yang menjual buah-buahan, berbagai macam pernak-pernik perhiasan dan kerajinan lokal. Diantaranya adalah buah Luo Han Guo segar, yang di Indonesia kebanyakan sudah dalam bentuk kemasan. Buah ini berkhasiat untuk menurunkan panas dalam. 

Tour guide kami sangat merekomendasikan buah ini karena rupanya tabiat orang Indonesia yang doyan makan gorengan sudah terkenal sampai ke mancanegara hehe...Berikutnya, saatnya check in ke hotel. Tour guide menawari opsi untuk ikut tour keliling sungai di malam hari yang disebut dengan Guilin Venetia. Saya memutuskan untuk ikut tour ini, dan mereka yang tidak ikut bisa jalan-jalan sendiri atau istirahat di hotel. Setelah sampai di hotel, saya menyempatkan diri mandi sebelum kumpul di lobby untuk berangkat. Untuk sampai ke area Guilin Venetia ini, kami naik taksi. Di tempat ini juga ada live music yang cukup ramai ditonton. Bagi Anda yang berjiwa romantis, bolehlah mengunjungi tempat ini karena mendengarkan love songs sambil nongkrong di tepi sungai yang sekelilingnya dihiasi gedung berlampu warna-warni pastinya memberikan kesan tersendiri.

Kami mengelilingi sungai dengan kapal motor yang bisa diisi kurang lebih dua puluhan orang penumpang. Malam itu cukup dingin, sehingga saya tidak berlama-lama nongkrong di luar kapal untuk melihat pemandangan yang ada. Di sini dibangun tiruan mini jembatan Golden Gate di Amerika dan juga yang mirip Arc de Triomphe nya Paris. Di beberapa titik juga ada pertunjukkan musik, dan kapal sempat berhenti untuk bersandar di salah satu titik untuk melihat pertunjukkan tarian. Yang paling menarik bagi saya adalah fisher duck, bebek yang dilatih untuk menyelam dan menangkap ikan di dalam mulutnya sebelum menyerahkannya kepada sang majikan. Pertunjukkan yang cukup menghibur.


Night River Cruise - 'Guilin Venezia'
Dan seperti standar semua tempat wisata lain, tempat ini juga menyediakan jasa tukang foto lengkap dengan pakaian tradisional yang bisa dipakai untuk berfoto berlatar tempat ini. Secara keseluruhan, menurut saya keliling sungai Huang Pu di Shanghai lebih berkesan. Selesai cruise di sungai ini, kami kembali ke hotel untuk beristirahat. Dari piagam yang dipajang di counter resepsionis Parliz Commer Hotel ini, bisa dilihat bahwa hotel ini mendapatkan sertifikasi bintang tiga dari dewan pariwisata China. Dari penampilan hotel dan kamar, menurut saya memang masuk ke kategori itu. Tapi nilai plus hotel ini adalah letaknya yang di pusat kota, yang akan memudahkan untuk jalan-jalan. Anyway, it’s bedtime! Nite, Guilin.

- SW -