Friday, August 29, 2014

China Trip - Day 12 : Kuching - Pontianak

Four Points Kuching
Bis yang akan kami tumpangi untuk pulang ke Pontianak akan berangkat dari hotel sekitar jam 11. Jadi pagi ini kami masih bisa sedikit shopping sebelum pulang. Ibu-ibu (dan beberapa Bapak-bapak juga) sangat antusias, maklum..ada kepercayaan kalau barang-barang buatan Malaysia kualitasnya lebih terjamin dibandingkan buatan Indonesia. Bahkan ada yang dengan yakin bilang kalau Panadol buatan negeri jiran ini lebih berkhasiat! Believe it or not! Saya tidak berniat menguji validitas teori ini karena bukan penggemar Panadol hehe.. Tapi informasi yang sering didengar, seperti halnya dengan pemerintah Singapura, pemerintah Malaysia juga sangat ketat dalam hal quality control produk. Dari level pabrik, sampai ke outlet penjual makanan, kalau tidak memenuhi standar kebersihan dan kelayakan produksi, bisa ditutup. Mungkin hal inilah yang menjadi landasan kepercayaan terhadap produk-produk buatan Malaysia. Indonesia? Harusnya sih perusahaan farmasi multinasional sekelas GlaxoSmithKline (GSK, produsen Panadol) punya standard QC (quality control) yang sama dimana-mana. Yang mungkin membedakan adalah SDM dari masing-masing negara.

Setelah menjajal FourPoints, meskipun hanya semalam, saya merekomendasikan hotel ini kalau suatu hari Anda mengunjungi Kuching. Apalagi setelah breakfast yang memuaskan pagi ini. Menu yang disajikan cukup banyak, sehingga banyak alternatif makanan yang bisa dipilih. Untuk bisa menikmati semua menu yang ada, pastinya perlu waktu yang panjang dan dilakukan dengan santai. Tapi berhubung diajak untuk ikut shopping ke pasar sebelum pulang, waktu ‘wisata kuliner’ harus dipersingkat. Kami patungan menggunakan taksi ke pasar untuk membeli barang-barang incaran masing-masing. Saya sendiri sih tidak ada target khusus, jadi hanya membeli bakpao alias ‘Kuching Siew Pau’ untuk di perjalanan. 
'Bakpao' hunting
NEWS FLASH: Kejutan lain. Menurut seorang ibu, bumbu kari di Kuching ini rasanya sangat enak dan beda dengan yang ada di Pontianak. Hmm...ok lah kalau misalnya Pertamina masih kalah kelas dibanding Petronas, Twin Tower di KL sudah berdiri lama dan Menara Jakarta cuma wacana sampai hari ini, Pontianak yang kalah maju dibanding Kuching, atau lebih banyak pelajar Indonesia yang belajar ke Malaysia dibanding sebaliknya, tapi: bumbu kari kita kalah dari bumbu kari Malaysia??? Indonesia, gudangnya kuliner, yang saking kayanya dengan segala macam bumbu, dulunya jadi rebutan bangsa-bangsa Eropa?? So help us God...Apakah ini ada pengaruhnya dengan banyaknya warga keturunan India di sana, yang sangat terkenal dengan masakan karinya? Atau letak geografis Malaysia yang lebih dekat dengan India? (Maksa banget...)

Salah satu sudut Four Points
Hal ini tetap menjadi misteri bagi saya sampai kami selesai shopping dan pulang ke hotel. Sepulangnya di hotel, saya menyempatkan untuk sedikit keliling hotel melihat-lihat. Ada toko bunga yang cukup besar di dalam hotel, yang kelihatannya juga membuatkan bunga-bunga hiasan untuk acara wedding. Ballroom nya juga bergaya minimalis, terbagi menjadi dua bagian yang dipisahkan oleh tiang di tengah. Di satu sisi, beberapa buah meja kaca tinggi berukuran kecil diletakkan berjauhan di tengah-tengah di sepanjang ruangan. Selain itu di tepi di dekat setiap tiang juga diletakkan meja kaca persegi yang lebih besar. Di sisi satunya lagi, rentetan empat buah sofa persegi yang dipasangkan dengan sebuah meja bundar di tengah disusun di sepanjang ruangan. Tidak terkesan mewah untuk acara yang glamour , tapi rasanya akan cukup efektif dan efisien untuk business meeting atau konferensi. Dari jendela hotel bisa dilihat pemandangan di sekeliling hotel berupa perumahan yang mayoritas berlantai satu. Pemandangan yang tidak istimewa, tapi bisa dilihat penataan kota yang cukup baik dan rapi.  Tidak ada gedung yang menonjol sendiri di tempat yang tidak semestinya, dan tidak ada pemandangan perumahan yang semerawut. Dan bagusnya lagi, sejauh mata memandang lingkungan ini sangat hijau, dengan halaman rumah yang ditumbuhi rumput yang rapi dan sepanjang jalan yang ditanami pohon. Benar-benar lingkungan yang asri dan menyegarkan.

Setelah puas keliling hotel, saya masih sempat kembali ke kamar untuk istirahat sebentar sebelum turun ke lobby untuk menunggu bis jemputan. Begitu bis datang, kami langsung naik dan melakukan perjalanan kembali ke Pontianak. Rute yang ditempuh sama, dan tempat perhentiannya pun sama. Jadi tidak ada petualangan baru yang bisa di-share di sini. Dan seperti cerita liburan klasik, awal petualangan dipenuhi antusiasme dan semangat, pulangnya dipenuhi rasa lelah dan antusiasme yang menurun drastis. Tapi saya sangat bersyukur bisa melewati fun holiday seperti ini tanpa ada masalah yang berarti untuk semua peserta tour. Dengan segala plus minusnya, boleh dibilang kami cukup menikmati rasa kekeluargaan yang timbul selama mengikuti tour. Dan pastinya kami masing-masing pulang dengan membawa segudang memori dan cerita yang tidak akan terlupakan.


I shall see you again someday, China!

- SW - 

Monday, August 11, 2014

China Trip - Day 11 : Guilin - KL - Kuching

Bandara Guilin
Finally, last day in China! Pagi itu kami breakfast seperti biasa dan kemudian langsung berangkat ke bandara. Sesampai di gerbang pintu imigrasi, antrian cukup panjang yang ternyata disebabkan adanya pembatalan pesawat ke Korea sehari sebelumnya dan dipindahkan jadwalnya ke hari ini. Akibatnya, pagi itu group yang kebanyakan pesertanya ibu-ibu ini sudah memenuhi gerbang antrian check in penerbangan internasional. Majunya ekonomi Korea pastinya juga membuat wisatawan asal Negeri Ginseng ini semakin banyak liburan ke negara-negara lain, termasuk China. Sempat khawatir bakal lama menunggu, tapi begitu kami sudah sampai di jalur antrian ke counter imigrasi, prosesnya berjalan cukup cepat dan tidak lama kemudian kami sudah memasuki ruang tunggu yang cukup besar. Di ruang tunggu ini juga ada tempat yang menjual barang seni, dan barang-barang khas Guilin. Tapi harganya sama sekali tidak murah. Tidak lama waiting room, panggilan untuk menaiki pesawat pun terdengar. Kalau waktu terbang dari KL ke Tianjin dulu pesawat yang dipakai oleh maskapai AirAsia adalah Airbus 320-300, kali ini sayangnya dipakai versi yang lebih kecil, jenis A320-200. Bad news for me. Artinya saya harus rela memaksakan kaki saya untuk masuk ke ruang duduk yang lebih sempit. Memikirkannya saja sudah membuat cape duluan...

Ya sudah, daripada complain gak berguna, mendingan coba tidur saja. Seperti alarm otomatis, saya terbangun ketika dibagikan makan siang. Menunya ternyata sama seperti dulu, Uncle Chin’s Chicken Rice alias nasi ayam Paman Chin. Cukup enak sih, tapi porsinya yang terlalu kecil bagi saya benar-benar tidak memuaskan. Kalau dulu waktu di Airbus 320-300 cukup banyak penumpang yang berjalan kesana kemari karena ruang di dalam pesawat yang lebih luas, kali ini sedikit berbeda. Tidak ada pemandangan kaum narcissist yang memfoto dirinya sendiri dan teman-temannya di dalam pesawat. Juga tidak ada ‘kunjungan kekerabatan’ para penumpang kenalan yang tempat duduknya terpisah, yang diperparah dengan acara nongkrong di gang antar tempat duduk sambil ngobrol dengan volume yang mendekati polusi suara. Pokoknya suasana kali ini relatif adem ayem lah dibanding waktu dulu. Bagus juga sih, jadi selama perjalanan yang memakan waktu kurang lebih 4 jam ini lebih bisa istirahat, meskipun dengan sedikit meringkuk di tempat duduk. Jadi tahu sendiri lah, harus bervisualisasi cukup keras membayangkan seperti waktu tidur di spring bed hotel yang luas dan empuk untuk bisa benar-benar tertidur. 

Kebetulan di jok kursi ada majalah internal AirAsia, jadi saya putuskan untuk baca-baca. Keuntungan naik pesawat dari maskapai negara yang English speaking adalah, majalahnya dalam Bahasa Inggris dan bisa dibaca. Tidak seperti waktu naik China Eastern, yang isi majalahnya 90% dalam Bahasa Mandarin, dengan tulisan kanji. Majalah yang tebal sekalipun habis dilahap dalam beberapa menit, soalnya cuma liat-liat gambarnya hehe...Jadi meskipun ada satu artikel menarik tentang Mr. Linsanity alias Jeremy Lin, pebasket keturunan Taiwan yang sempat menghebohkan jagat NBA, saya hanya bisa mencoba memproses sendiri isi artikel dengan menganalisa foto-foto yang ada dan beberapa tulisan singkat dalam Bahasa Inggris. Iri juga dengan mereka yang bisa membaca tulisan Mandarin dengan lancar. Intinya sih kesuksesan Mr. Lin langsung menjadikannya idola kaum muda termasuk di China, dan juga panutan karena dia adalah lulusan salah satu Universitas terbaik di dunia, Harvard.

Di majalah AirAsia ini, ternyata cukup banyak iklan tentang atraksi wisata di Indonesia. Seperti biasa tetap didominasi Bali, tapi ada juga iklan tentang Bandung. Tapi secara umum promosi parawisata Indonesia masih berkutat di lokasi yang itu-itu saja. Masih banyak potensi di seluruh Nusantara yang belum tersentuh. Contohnya saja situs untuk diving Raja Ampat di Papua yang baru belakangan ini menjadi terkenal. Foto tempat ini yang pernah saya lihat memang membuat saya berdecak kagum, what a gorgeous place. Setelah selesai baca majalah dan disertai usaha untuk tidur yang on dan off, akhirnya pesawat tiba juga kembali di Kuala Lumpur. Begitu keluar dari pesawat dan memastikan semua barang bawaan lengkap, kami di-briefing singkat oleh tour leader tentang tempat pertemuan untuk nanti check-in bersama pesawat ke Kuching. Peserta tour diberikan kebebasan untuk jalan-jalan di area bandara mengisi waktu luang yang masih beberapa jam. Setelah berkeliling sebentar untuk mencari sasaran lokasi makan siang, saya putuskan untuk mencoba sebuah food outlet yang menyediakan menu campuran masakan Melayu dan India. Tempat makan ini cukup ramai, cuma sisi minusnya tidak terhindar dari invasi lalat. Rasa makanannya sendiri standar saja, tapi paling tidak cukup familiar untuk lidah orang Indonesia. Setelah nongkrong cukup lama di sini, saya singgah ke sebuah cafe membeli beberapa muffin untuk bekal di jalan. Habis itu berjalan kembali ke tempat pertemuan yang sudah disetujui sebelumnya. Ketika semua peserta sudah terkumpul, kami langsung check in dan masuk ke dalam pesawat. Perjalanan KL – Kuching memakan waktu kurang lebih dua jam dan ketika tiba di Kuching waktu sudah malam. Bis sudah menunggu untuk membawa kami ke hotel.

The Lounge - Hotel Four Points Kuching
Hotel yang kami tinggali adalah hotel bintang empat FourPoints, yang merupakan bagian dari jaringan hotel terkenal Sheraton. Rasa lelah dari perjalanan seharian sedikit terobati dengan kenyamanan hotel ini. Kesan pertama yang saya dapatkan tidak jauh beda dengan Holiday Inn Express di Shanghai, sama-sama bergaya minimalis, tapi FourPoints lebih besar.  Malam itu situasi hotel agak lengang, mungkin karena sudah cukup larut juga. Setelah pembagian kunci kamar selesai, kami langsung masuk ke kamar untuk istirahat. 

What a day. Besok pagi kami harus naik bis untuk kembali ke Pontianak. Mendekati detik-detik terakhir perjalanan yang menyimpan cukup banyak kenangan. Sleep tight, Kuching.

- SW -